Monday, November 7, 2016

Selamat Hari Pahlawan! (Perjalanan Hidup Seorang Jenderal Soedirman)


10 November 2016

Indonesia memperingati 10 November sebagai Hari Pahlawan. Tanah Panginyongan, Banyumasan, Ngapak atau apapun namanya, punya satu nama pahlawan besar, Jenderal Soedirman. Namanya diabadikan hampir di semua jalan di Indonesia. Purwokertokita.com mencoba mengulas perjalanan hidupnya saat Soedirman lahir di Purbalingga hingga besar di Cilacap. Berikut tulisan pertama dari beberapa seri tulisan.
Soedirman lahir di Dukuh Rembang, Desa Bantar Barang Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga. Letak desa ini sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Purbalingga. Bisa ditempuh dalam waktu sekitar 45 menit.
Luas kompleks Monumen Kelahiran Jenderal Soedirman sekitar 3,5 hektare. Namun yang digunakan untuk bangunan duplikat rumah, perpusatakaan umum, museum, dan masjid hanya sekitar 5.000 meter persegi.
Di bagian depan monumen, ada tanah lapang yang cukup luas. Di bagian depan lapangan, ada dua buah meriam yang mengapit sebuah panser. Ketiganya dipagar besi warna hijau.
Monumen tersebut dipagar keliling. Pengunjung yang ingin masuk ke dalam monumen harus membayar tiket masuk Rp 2.000. Setelah pintu masuk, ada tembok yang berisi relief tentang perjalanan hidup Soedirman sejak lahir hingga ia meninggal dunia.
Menurut Tohar, 56 tahun, penjaga monumen tersebut, monumen dibangun tahun 1976 dan setahun kemudian selesai pembangunannya. “Bentuk rumah disesuaikan dengan bentuk rumah asli Wedana Tjokrosunaryo,” katanya.

Rumah asli Tjokropranolo (ayah angkat Soedirman) dulunya beratapkan daun alang-alang. Pagarnya terbuat dari anyaman bambu. Kesaksian ini dibenarkan oleh Naroji, 70 tahun. Rumah Naroji persis berada di belakang rumah Tjokro. “Dulu sebelum dipugar, atapnya masih terlihat terbuat dari daun alang-alang,” kata dia dalam bahasa Banyumasan.
Naroji mendengar kisah kelahiran Soedirman dari ayahnya, Mertadinala. Saat itu, kata dia, Soedirman sebenarnya hanya menumpang lahir di tempat itu. Saat itu, Siyem, ibu Soedirman sedang hamil tua. Ia berkunjung ke rumah Tjokro saat usia kandungan sudah menginjak 9 bulan.
Siyem sendiri bersama ayah Soedirman tinggal di Desa Tipar Kecamatan Rawalo Banyumas. Karena tak mempunyai anak, Tjokro mengangkatSoedirman sebagai anak. Tjokro dibantu oleh Sanwikrama yang bertugas sebagai rewang dalam mengasuh Soedirman.
Saat usia enam bulan, Tjokro pensiun sebagai wedana dan kembali ke Cilacap. Soedirman dibawa serta pulang ke Cilacap oleh Tjokro.
Rumah tjokro terdiri dari empat ruangan. Di bagian depan ada dua kamar. Kamar di sebelah kiri merupakan tempat Soedirman lahir, ada sebuah ayunan bayi terbuat dari anyaman bambu. Sedangkan ruang di sebelah kanan merupakan ruang tamu.
Persis di sebelah ruang Soedirman lahir terdapat sebuah kamar tidur untuk Tjokro. Sebuah tempat tidur berkelambu putih ada di ruang itu beserta sebuah lemari kayu.
Di ruang tengah, terdapat meja dan kursi duplikat. Selain itu ada juga diorama mini yang menggambarkan perjalanan hidup Soedirman sejak lahir hingga ia menjalani perang gerilya.

Awal karier militernya, Soedirman adalah anggota Pembela Tanah Air (Peta). Markas pertamanya ada di Kroya Cilacap. Saat ini markas itu sudah berubah menjadi SMA 1 Kroya.
SMA 1 Kroya terletak di dekat Polsek Kroya atau sekitar 500 meter dari alun-alun Kroya. Dulunya sekolah tersebut lebih dikenal sebagai SMAJenderal Soedirman. Sekolah tersebut dibangun tahun 1979. Luas kompleks sekolah sekitar 20.480 meter persegi.
Nugroho Dwi, Guru Kesenian SMA1 Kroya, sebelum dibangun sekolahan, tempat tersebut merupakan lahan kosong yang dipenuhi ilalang. Terkesan angker dan menyeramkan.
Dari cerita ayahnya, Suroso, dulunya Kroya merupakan salah satu basis perjuangan Soedirman. Soedirman saat itu menjadi komandan Daidan Peta yang bertanggung jawab di daerah Jawa Tengah bagian selatan.
Di halaman sekolah saat ini ada sebuah monument berupa patung Soedirman. Patung tersebut dibangun oleh Suparjo Rustam, mantan Mendagri dan Gubernur Jawa Tengah. Suparjo sendiri merupakan salah satu ajudan Soedirman dan pernah bermarkas di Kroya bersama Soedirman. “Karena terkenang dengan Soedirman, Suparjo Rustam membangun patung di sini,” katanya.
Seringkali patung tersebut didatangi oleh veteran. Mereka biasanya member hormat kepada patung itu sebelum pergi meninggalkan kompleks itu. “Kami tidak tahu, siapa mereka,” kata dia.

Aris Andrianto


Selengkapnya di : http://purwokertokita.com

0 komentar:

Post a Comment