10 November 2016
Indonesia memperingati 10 November sebagai Hari Pahlawan. Tanah
Panginyongan, Banyumasan, Ngapak atau apapun namanya, punya satu nama
pahlawan besar, Jenderal Soedirman. Namanya diabadikan hampir di semua
jalan di Indonesia. Purwokertokita.com mencoba mengulas perjalanan
hidupnya saat Soedirman lahir di Purbalingga hingga besar di Cilacap.
Berikut tulisan pertama dari beberapa seri tulisan.
Soedirman lahir di Dukuh Rembang, Desa Bantar Barang Kecamatan
Rembang Kabupaten Purbalingga. Letak desa ini sekitar 30 kilometer dari
pusat Kota Purbalingga. Bisa ditempuh dalam waktu sekitar 45 menit.
Luas kompleks Monumen Kelahiran Jenderal Soedirman sekitar 3,5
hektare. Namun yang digunakan untuk bangunan duplikat rumah,
perpusatakaan umum, museum, dan masjid hanya sekitar 5.000 meter
persegi.
Di bagian depan monumen, ada tanah lapang yang cukup luas. Di bagian
depan lapangan, ada dua buah meriam yang mengapit sebuah panser.
Ketiganya dipagar besi warna hijau.
Monumen tersebut dipagar keliling. Pengunjung yang ingin masuk ke
dalam monumen harus membayar tiket masuk Rp 2.000. Setelah pintu masuk,
ada tembok yang berisi relief tentang perjalanan hidup Soedirman sejak
lahir hingga ia meninggal dunia.
Menurut Tohar, 56 tahun, penjaga monumen tersebut, monumen dibangun
tahun 1976 dan setahun kemudian selesai pembangunannya. “Bentuk rumah
disesuaikan dengan bentuk rumah asli Wedana Tjokrosunaryo,” katanya.
Rumah asli Tjokropranolo (ayah angkat Soedirman) dulunya beratapkan
daun alang-alang. Pagarnya terbuat dari anyaman bambu. Kesaksian ini
dibenarkan oleh Naroji, 70 tahun. Rumah Naroji persis berada di belakang
rumah Tjokro. “Dulu sebelum dipugar, atapnya masih terlihat terbuat
dari daun alang-alang,” kata dia dalam bahasa Banyumasan.
Naroji mendengar kisah kelahiran Soedirman dari ayahnya, Mertadinala.
Saat itu, kata dia, Soedirman sebenarnya hanya menumpang lahir di
tempat itu. Saat itu, Siyem, ibu Soedirman sedang hamil tua. Ia
berkunjung ke rumah Tjokro saat usia kandungan sudah menginjak 9 bulan.
Siyem sendiri bersama ayah Soedirman tinggal di Desa Tipar Kecamatan
Rawalo Banyumas. Karena tak mempunyai anak, Tjokro mengangkatSoedirman
sebagai anak. Tjokro dibantu oleh Sanwikrama yang bertugas sebagai
rewang dalam mengasuh Soedirman.
Saat usia enam bulan, Tjokro pensiun sebagai wedana dan kembali ke
Cilacap. Soedirman dibawa serta pulang ke Cilacap oleh Tjokro.
Rumah tjokro terdiri dari empat ruangan. Di bagian depan ada dua
kamar. Kamar di sebelah kiri merupakan tempat Soedirman lahir, ada
sebuah ayunan bayi terbuat dari anyaman bambu. Sedangkan ruang di
sebelah kanan merupakan ruang tamu.
Persis di sebelah ruang Soedirman lahir terdapat sebuah kamar tidur
untuk Tjokro. Sebuah tempat tidur berkelambu putih ada di ruang itu
beserta sebuah lemari kayu.
Di ruang tengah, terdapat meja dan kursi duplikat. Selain itu ada
juga diorama mini yang menggambarkan perjalanan hidup Soedirman sejak
lahir hingga ia menjalani perang gerilya.
Awal karier militernya, Soedirman adalah anggota Pembela Tanah Air
(Peta). Markas pertamanya ada di Kroya Cilacap. Saat ini markas itu
sudah berubah menjadi SMA 1 Kroya.
SMA 1 Kroya terletak di dekat Polsek Kroya atau sekitar 500 meter
dari alun-alun Kroya. Dulunya sekolah tersebut lebih dikenal sebagai
SMAJenderal Soedirman. Sekolah tersebut dibangun tahun 1979. Luas
kompleks sekolah sekitar 20.480 meter persegi.
Nugroho Dwi, Guru Kesenian SMA1 Kroya, sebelum dibangun sekolahan,
tempat tersebut merupakan lahan kosong yang dipenuhi ilalang. Terkesan
angker dan menyeramkan.
Dari cerita ayahnya, Suroso, dulunya Kroya merupakan salah satu basis
perjuangan Soedirman. Soedirman saat itu menjadi komandan Daidan Peta
yang bertanggung jawab di daerah Jawa Tengah bagian selatan.
Di halaman sekolah saat ini ada sebuah monument berupa patung
Soedirman. Patung tersebut dibangun oleh Suparjo Rustam, mantan Mendagri
dan Gubernur Jawa Tengah. Suparjo sendiri merupakan salah satu ajudan
Soedirman dan pernah bermarkas di Kroya bersama Soedirman. “Karena
terkenang dengan Soedirman, Suparjo Rustam membangun patung di sini,”
katanya.
Seringkali patung tersebut didatangi oleh veteran. Mereka biasanya
member hormat kepada patung itu sebelum pergi meninggalkan kompleks itu.
“Kami tidak tahu, siapa mereka,” kata dia.
Aris Andrianto
Selengkapnya di : http://purwokertokita.com
0 komentar:
Post a Comment