Merahkan Rabumu!

Ayo Merahkan Rabumu!

Ayo donorkan darahmu!

Ayo Donor Darah 8 November 2017 dan Donasi Buku 3-22 November 2017

Selamat Hari Raya Idul Adha

Himagrotek mengucapakan Selamat Hari Raya Idul Adha!

Ayo ikutan agrocomunity!

Bisa lebih tau tentang peminatan loh..

Selamat Hari Batik Nasional!

Himagrotek mengucapkan selamat hari Batik Nasional, Bangga menggunakan Batik!

Selamat Tahun Baru Hijriah!

Himagrotek mengucapkan selamat Tahun Baru Hijriah!

Selamat Hari Tani 2017!

Terima Kasih Atas Pengorbananmu Selama ini!

Wednesday, December 20, 2017

INFO PERTANIAN

Serangan tungau merah pada titik tumbuh dan tunas pada ubi kayu dapat menyebabkan pembentukan daun berkurang, ruas batang memendek, penurunan produktivitas tanaman, serta mempengaruhi kuantitas dan kualitas bahan tanam.Serangan tungau merah yang parah dapat menyebabkan kematian tanaman ubi kayu, tergantung lama serangan dan umur tanaman. Serangan hama tungau merah dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan semua daun luruh dan kehilangan hasil/

Pengendalian serangan hama tungau merah bisa dilakukan secara biologi, kultur teknis, dan kimiawi. Pengendalian secara biologi dilakukan dengan menggunakan musuh alami (predator) yang ada di alam. Predator tungau yang paling penting adalah: (1) Oligota minuta untuk Mononychellus tanajoa, (2) Stethorus tridens untuk T. urticae dan T. cinnabarinus, dan (3) Phytoseiidae.

Pengendalian dengan cara kultur teknis dengan memilih bahan tanam dan pengairan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan populasi tungau merah. Tanaman ubi kayu yang terserang tungau merah diairi (digenangi) selama 30 menit, disemprot dengan air menggunakan tekanan yang kuat dapat mengendalikan populasi tungau merah. Irigasi yang memadai merupakan cara yang penting untuk mengendalikan populasi tungau, karena tanaman yang tercekam kekeringan mudah terserang tungau. Tanaman terserang dicabut dan dibakar untuk menghindari penyebaran tungau yang lebih luas.
Pengendalian tungau merah dengan cara kimia sering menyebabkan resistansi silang yang luas di dalam dan di antara kelas pestisida, sehingga menyebabkan resistensi terhadap pestisida yang baru dalam kurun waktu 2‒4 tahun. Banyak aspek biologi tungau merah yang menyebabkan terjadinya perubahan resistensi yang cepat terhadap pestisida, diantaranya perkembangan yang pesat, daya tetas tinggi, dan penentuan seks haplodiploid.
Penggunaan insektisida dalam spektrum luas sering menyebabkan predator tungau mati, dan berakibat pada munculnya wabah tungau, sehingga penggunaan pestisida perlu dihindari. Semprotan air, minyak, insektisida, atau sabun dapat digunakan untuk pengendalian tungau merah. Sebelum melakukan penyemprotan, pemantauan tingkat populasi tungau harus dilakukan.

Aplikasi insektisida untuk pengendalian tungau merah harus memperhatikan cara penyemprotan. Cakupan yang luas dari penyemprotan sangat penting ketika melakukan aplikasi miticides, bagian bawah daun harus menjadi target penyemprotan supaya terjadi kontak antara insektisida yang diaplikasikan dengan tungau sebanyak mungkin, karena sisi bawah daun merupakan tempat berkumpulnya tungau merah. Aplikasi insektisida dilakukan pada interval 5‒10 hari. Telur tungau yang belum menetas tidak terpengaruh oleh sebagian miticides. Hal yang sama kemungkinan juga terjadi pada larva dan nimfa yang mengalami pergantian kulit (molting). Selama molting, tungau tetap tidak aktif di bawah bekas kulit yang berfungsi sebagai penghalang terhadap insektisida. Pada fase ini tungau juga tidak makan, yang menyebabkan insektisida yang bersifat sistemik tidak berpengaruh. Apabila aplikasi hanya dilakukan sekali, maka tungau dapat bertahan hidup.

Pengendalian hama tungau merah dapat dilakukan dengan aplikasi akarisida seperti Challenger, Ortus, Vertimec dan Delmite, karena efek samping terhadap predator lebih rendah atau bahkan dapat diabaikan.

Pengendalian tungau merah pada intensitas serangan ringan hingga sedang dengan menggunakan dikofol 2 ml/l mampu menekan serangan sebesar 90,83% hingga 98,62%, sedangkan pengendalian pada intensitas serangan sedang hingga tinggi hanya mampu menekan tingkat serangan sebesar 18,40% hingga 62,48%. Pengendalian terhadap tungau merah berdampak pada peningkatan rata-rata hasil umbi dari 22,56 t/ha menjadi 26,96 t/ha.(TS/FZP)