Merahkan Rabumu!

Ayo Merahkan Rabumu!

Ayo donorkan darahmu!

Ayo Donor Darah 8 November 2017 dan Donasi Buku 3-22 November 2017

Selamat Hari Raya Idul Adha

Himagrotek mengucapakan Selamat Hari Raya Idul Adha!

Ayo ikutan agrocomunity!

Bisa lebih tau tentang peminatan loh..

Selamat Hari Batik Nasional!

Himagrotek mengucapkan selamat hari Batik Nasional, Bangga menggunakan Batik!

Selamat Tahun Baru Hijriah!

Himagrotek mengucapkan selamat Tahun Baru Hijriah!

Selamat Hari Tani 2017!

Terima Kasih Atas Pengorbananmu Selama ini!

Wednesday, November 29, 2017

INFO PERTANIAN

Cara Petani Madura Olah Singkong Jadi Kerupuk


Dalam "katalog" pertanian Indonesia, menanam singkong bukan prioritas utama petani. Salah satu sebabnya, nilai keekonomian singkong kalah dibanding komoditas pertanian lain, seperti padi, jagung, kacang tanah, dan cabai. Singkong hanya ditanam di lahan yang dianggap tidak terlalu produktif.

Namun, petani di Desa Jaddih, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Punya cara "memuliakan" singkong sehingga harganya lebih ekonomis bahkan tak malu untuk dijadikan buah tangan. Mereka olah singkong jadi kerupuk.

Ide kreatif itu barangkali muncul karena kondisi alam di Desa Jaddih. Lahan di sana, baik sawah dan tegalan, merupakan tadah hujan. Kondisi itu membuat petani Jaddih hanya bertani sekali dalam setahun, yakni saat musim hujan. Saat kemarau, aktivitas pertanian berhenti total.

Karena hanya bercocok tanam sekali dalam setahun, komoditas utama pertanian di Jaddih tak beragam, hanya padi dan kacang tanah. Padi ditanam di sawah, kacang ditanam di lahan tegalan. Khusus di lahan tegalan, petani menerapkan sistem bercocok tanam "tumpang sari". Maksdunya, dalam satu lahan ada dua jenis yang ditanam, yaitu kacang dan singkong. Singkong ditanam di pinggiran pematang.

Sistem tumpang sari rupanya jadi penyelamat. Saat kemarau, dapur tetap ngebul. Selain merawat ternak, petani mengisi waktu dengan jadi perajin kerupuk singkong.

"Hasilnya cukup buat menyambung hidup dan membiayai anak di pesantren," kata Mardiyah, warga Jaddih yang menekuni olahan kerupuk singkong.

Saat saya temui, Mardiyah sedang menjemur kerupuk di teras langgar. Dia memakai caping untuk menghalau terik matahari. Ada dua jenis kerupuk yang ia jemur, satu polosan dan satu lagi diberi pewarna makanan. Ia memberi kombinasi warna merah, kuning, dan hijau agar tampilan lebih menarik pembeli.

"Harganya sama, Rp 11 ribu per kilogram," kata dia.

Mardiyah menjelaskan, kerupuk singkongnya laris manis dan dia tak perlu menjualnya ke pengepul di pasar. Pembeli datang langsung ke rumahnya. Biasanya untuk dijadikan camilan atau oleh-oleh.

"Kalau lagi sepi pembeli, terpaksa dijual ke pengepul," ujar dia.

Tuesday, November 7, 2017

Lepas Sambut Sarjana Pertanian

Pasca Yudisium dan Pasca Wisuda


Hari selasa tanggal 12 September 2017 Universitas Jenderal Soedirman melaksanakan wisuda ke-126 Periode bulan Sebtember 2017 dengan melepas mahasiswa dan mahasiswi sebanyak 1.829 lulusan dengan 160 lulusan dari program studi Agroteknologi. Bertempat di Graha Widyatama UNSOED acara wisuda tersebut digelar.

Himagrotek melalui Departemen Pengkaderannya mengadakan perayaan wisuda yang menjadi salah satu program kerja wajib dari Departemen Pengkaderan pada saat periode wisuda telah tiba. Program kerjanya berupa pemberian penghargaan kepada para lulusan mahasiswa dan mahasiswi program studi agroteknologi yang telah melalui rangkaian acara wisuda.

 Foto pengurus himagrotek periode 2017/2018 bareng wisudawati
yang lulus pada periode wisuda bulan September 2017
Perayaan wisuda yang dilakukan oleh Departemen Pengkaderan sendiri dilaksanakan dengan dihadiri oleh pengurus Himagrotek periode 2017/2018 bertujuan untuk memberikan apresiasi dan ucapan selamat dan kenang-kenangan kepada mahasiswa dan mahasiswi program studi Agroteknologi yang telah menjadi alumni. Doa kita kepada alumni semoga para alumni dapat memberikan ilmu yang telah didapatkan ke masyarakat serta berguna bagi bangsa dan negara.

 Salah satu foto wisudawan yang lulus pada periode wisuda bulan September 2017


INFO PERTANIAN

Varietas Unggul Baru Inpari 38, 39, 41 untuk Lahan Sawah Tadah Hujan
Ancaman kekeringan terhadap produksi padi dapat disebabkan oleh frekuensi El Nino yang meningkat akibat pemanasan global, atau permasalahan teknis terkait irigasi. Ekosistem padi yang peka terhadap kekeringan adalah lahan sawah tadah hujan, lahan kering (gogo), lahan rawa lebak (terminal-late drought), dan lahan sawah irigasi dengan teknik pengelolaan irigasi yang kurang baik. Lahan sawah tadah hujan adalah lahan yang memiliki pematang namun tidak dapat diairi dengan ketinggian dan waktu tertentu secara kontinu. Oleh karena itu, pengairan lahan sawah tadah hujan sangat ditentukan oleh curah hujan sehingga risiko kekeringan sering terjadi pada daerah tersebut pada musim kemarau.Lahan sawah tadah hujan yang berpematang berpeluang mendapatkan cekaman genangan air pada saat curah hujan tinggi dan kekeringan apabila curah hujan rendah.

Terjadinya perubahan dari kondisi lahan kering ke lahan tergenang atau sebaliknya, dapat menyebabkan masalah serius dalam hal ketersediaan hara tanaman, gulma, serta serangan penyakit terutama penyakit blas. Menanam varietas padi yang tahan adalah salah satu cara pengendalian penyakit yang paling efektif dan efisien. Varietas padi untuk lahan sawah tadah hujan yang memiliki sifat tahan terhadap penyakit blas masih terbatas. Namun sangat diperlukan diversifikasi varietas tahan penyakit blas untuk menanggulangi penyakit tersebut agar gen ketahanan tidak mudah patah. Diperlukan sejumlah varietas dengan keragaman gen ketahanan yang luas yang dianjurkan untuk ditanam oleh petani.


INPARI 38 TADAH HUJAN memiliki hasil gabah kering giling 5.71 t/ha, potensi hasil 8.16 t/ha, berumur genjah, dan agak toleran terhadap kekeringan. Varietas ini agak tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain III, tahan-agak tahan penyakit blas.


INPARI 39 TADAH HUJAN memiliki hasil gabah kering giling 5.89 t/ha dengan potensi hasil 8.45 t/ha, berumur genjah (115 ± 4 hari setelah sebar), dan agak toleran terhadap kekeringan, dan tahan terhadap penyakit 4 ras blas.


INPARI 41 TADAH HUJAN memiliki rata-rata hasil gabah kering giling 5.57 t/ha dengan potensi hasil 7.83 t/ha, berumur genjah (114 hari), dan agak toleran terhadap kekeringan, serta tahan-agak tahan terhadap penyakit blas.

Varietas-varietas unggul padi tersebut berpeluang untuk meningkatkan hasil padi di lahan sawah tadah hujan dan menekan kehilangan hasil akibat berkembangnya penyakit.  

Wednesday, November 1, 2017

INFO PERTANIAN

Metode Bercocok Tanam yang Cocok untuk
Generasi Milenial



Pertanianku – Mayoritas usia petani di Indonesia saat ini lebih dari 40 tahun. Padahal, sektor pertanian saat ini membutuhkan generasi muda yang dianggap lebih mumpuni guna mewujudkan kedaulatan pangan tanah air. Kenyataannya, generasi muda tidak banyak tertarik menjadikan profesi petani sebagai ladang usahanya. Hal ini karena banyak anak muda menilai menjadi seorang petani tidak akan membuatnya menjadi sukses. Padahal, pemikiran tersebut salah. Belakangan ini metode pertanian hidroponik hadir dan mampu membangkitkan minat generasi muda menjadi seorang petani modern dengan pendapatan yang fantastis.
Sistem pertanian ini diyakini mampu menjadi solusi untuk menarik minat generasi milenial tersebut. Sebab, menurut Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang Bandel Hartopo menjelaskan, pertanian hidroponik ini sangat jauh dari kesan kumuh. Pasalnya, pertanian hidroponik tak lagi membutuhkan tanah sebagai media utamanya. Hanya dengan memanfaatkan pipa paralon yang ditata sedemikian rupa, tanaman dapat tumbuh dengan baik. Namun, perlu dipastikan adanya aliran air dan nutrisi ke tanaman karena dua komponen ini menjadi kunci dalam pertanian sistem hidroponik. Media tanam yang digunakan pun bukan lagi tanah, melainkan arang sekam, spons, ataupun expanded clay.
Pemanfaatan pertanian sistem hidroponik tidak memerlukan lahan luas untuk penerapannya. Oleh karena itu, cara ini juga bisa diterapkan bagi masyarakat kota yang ingin bercocok tanam. “Inilah salah satu yang bisa mengatasi petani gurem dan pertanian di kota yang memiliki keterbatasan lahan,” jelas kepala balai besar pelatihan pertanian (BBPP) Lembang. Banyak tanaman yang bisa tumbuh baik melalui hidroponik, tentunya, bukan tanaman berbatang besar. Tanaman yang dapat tumbuh dengan sistem ini adalah tanaman sayuran dan buah seperti tomat, paprika, cabai, tanaman sayuran daun, melon, dan sebagainya. Nilai jual produk hasil hidroponik pun jauh lebih tinggi.
Sebagai contoh, Bandel menjelaskan, tanaman selada yang ditanam dengan cara hidroponik memiliki nilai tinggi karena tidak bersentuhan dengan tanah. Hal tersebut membuat tanaman selada jauh lebih bersih dibanding tanaman serupa dengan pertanian biasa “Bentuknya menarik untuk dimakan,” ungkap kepala balai besar pelatihan pertanian (BBPP) Lembang. Sistem hidroponik ini rupanya menarik mahasiswa asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maria Garebi Banafanu. Mahasiswa Politeknik Pertanian Negeri Kupang ini bertolak dari tempat asalnya untuk mempelajari hidroponik di BBPP Lembang. Di Kupang sana, ia menceritakan, dalam jumlah terbatas sistem hidroponik telah diterapkan meski tidak maksimal.
Tanamannya kerdil karena terlalu panas, ujar perempuan 21 tahun tersebut. Ia menambahkan, mayoritas di NTT tanaman yang telah dimanfaatkan untuk hidroponik adalah tomat, cabai, paprika, dan melon. Menurutnya, yang menempuh magang selama dua bulan di BBPP Lembang, masalah tersebut terjadi karena screen house yang tidak bagus. Idealnya, kata dia, suhu dalam screen house atau rumah kaca bisa diatur pada angka 23 derajat Celsius. Sementara, suhu di Kupang mencapai 31 hingga 32 derajat Celsius. “Seharusnya screen uv di-double,” ujar kepala balai besar pelatihan pertanian (BBPP) Lembang. Screen uv tersebut memiliki kemampuan mengurangi intensitas yang masuk sehingga diharapkan dengan penambahan screen uv akan mampu menyaring sinar uv yang tinggi di Kupang dan membuat kondisi tanaman dalam rumah kaca lebih sejuk.