Metode Bercocok
Tanam yang Cocok untuk
Generasi Milenial
Pertanianku – Mayoritas
usia petani di Indonesia saat ini lebih dari 40 tahun. Padahal, sektor
pertanian saat ini membutuhkan generasi muda yang dianggap lebih mumpuni guna
mewujudkan kedaulatan pangan tanah air. Kenyataannya, generasi muda tidak
banyak tertarik menjadikan profesi petani sebagai ladang usahanya. Hal ini
karena banyak anak muda menilai menjadi seorang petani tidak akan membuatnya
menjadi sukses. Padahal, pemikiran tersebut salah. Belakangan ini metode
pertanian hidroponik hadir dan mampu membangkitkan minat generasi muda menjadi
seorang petani modern dengan pendapatan yang fantastis.
Sistem
pertanian ini diyakini mampu menjadi solusi untuk menarik minat generasi
milenial tersebut. Sebab, menurut Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP)
Lembang Bandel Hartopo menjelaskan, pertanian hidroponik ini sangat jauh dari
kesan kumuh. Pasalnya, pertanian hidroponik tak lagi membutuhkan tanah sebagai
media utamanya. Hanya dengan memanfaatkan pipa paralon yang ditata sedemikian
rupa, tanaman dapat tumbuh dengan baik. Namun, perlu dipastikan adanya aliran
air dan nutrisi ke tanaman karena dua komponen ini menjadi kunci dalam
pertanian sistem hidroponik. Media tanam yang digunakan pun bukan lagi tanah,
melainkan arang sekam, spons, ataupun expanded clay.
Pemanfaatan
pertanian sistem hidroponik tidak memerlukan lahan luas untuk penerapannya.
Oleh karena itu, cara ini juga bisa diterapkan bagi masyarakat kota yang ingin
bercocok tanam. “Inilah salah satu yang bisa mengatasi petani gurem dan
pertanian di kota yang memiliki keterbatasan lahan,” jelas kepala balai besar
pelatihan pertanian (BBPP) Lembang. Banyak tanaman yang bisa tumbuh baik
melalui hidroponik, tentunya, bukan tanaman berbatang besar. Tanaman yang dapat
tumbuh dengan sistem ini adalah tanaman sayuran dan buah seperti tomat,
paprika, cabai, tanaman sayuran daun, melon, dan sebagainya. Nilai jual produk
hasil hidroponik pun jauh lebih tinggi.
Sebagai
contoh, Bandel menjelaskan, tanaman selada yang ditanam dengan cara hidroponik
memiliki nilai tinggi karena tidak bersentuhan dengan tanah. Hal tersebut
membuat tanaman selada jauh lebih bersih dibanding tanaman serupa dengan
pertanian biasa “Bentuknya menarik untuk dimakan,” ungkap kepala balai besar
pelatihan pertanian (BBPP) Lembang. Sistem hidroponik ini rupanya menarik
mahasiswa asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maria Garebi Banafanu.
Mahasiswa Politeknik Pertanian Negeri Kupang ini bertolak dari tempat asalnya
untuk mempelajari hidroponik di BBPP Lembang. Di Kupang sana, ia menceritakan,
dalam jumlah terbatas sistem hidroponik telah diterapkan meski tidak maksimal.
Tanamannya
kerdil karena terlalu panas, ujar perempuan 21 tahun tersebut. Ia menambahkan,
mayoritas di NTT tanaman yang telah dimanfaatkan untuk hidroponik adalah tomat,
cabai, paprika, dan melon. Menurutnya, yang menempuh magang selama dua bulan di
BBPP Lembang, masalah tersebut terjadi karena screen house yang tidak
bagus. Idealnya, kata dia, suhu dalam screen house atau rumah kaca
bisa diatur pada angka 23 derajat Celsius. Sementara, suhu di Kupang mencapai
31 hingga 32 derajat Celsius. “Seharusnya screen uv di-double,” ujar kepala
balai besar pelatihan pertanian (BBPP) Lembang. Screen uv tersebut
memiliki kemampuan mengurangi intensitas yang masuk sehingga diharapkan dengan
penambahan screen uv akan mampu menyaring sinar uv yang tinggi di
Kupang dan membuat kondisi tanaman dalam rumah kaca lebih sejuk.
0 komentar:
Post a Comment