Serangan
tungau merah pada titik tumbuh dan tunas pada ubi kayu dapat menyebabkan
pembentukan daun berkurang, ruas batang memendek, penurunan produktivitas
tanaman, serta mempengaruhi kuantitas dan kualitas bahan tanam.Serangan tungau
merah yang parah dapat menyebabkan kematian tanaman ubi kayu, tergantung lama
serangan dan umur tanaman. Serangan hama tungau merah dengan intensitas
tinggi dapat menyebabkan semua daun luruh dan kehilangan hasil/
Pengendalian serangan hama tungau
merah bisa dilakukan secara biologi, kultur teknis, dan kimiawi. Pengendalian
secara biologi dilakukan dengan menggunakan musuh alami (predator) yang
ada di alam. Predator tungau yang paling penting adalah: (1) Oligota minuta untuk Mononychellus
tanajoa, (2) Stethorus tridens untuk T. urticae dan T.
cinnabarinus, dan (3) Phytoseiidae.
Pengendalian dengan cara kultur
teknis dengan memilih bahan tanam dan pengairan merupakan salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan populasi tungau merah. Tanaman
ubi kayu yang terserang tungau merah diairi (digenangi) selama 30 menit,
disemprot dengan air menggunakan tekanan yang kuat dapat mengendalikan populasi
tungau merah. Irigasi yang memadai merupakan cara yang penting untuk
mengendalikan populasi tungau, karena tanaman yang tercekam kekeringan mudah
terserang tungau. Tanaman terserang dicabut dan dibakar untuk menghindari
penyebaran tungau yang lebih luas.
Pengendalian tungau merah dengan
cara kimia sering menyebabkan resistansi silang yang luas di dalam dan di
antara kelas pestisida, sehingga menyebabkan resistensi terhadap pestisida yang
baru dalam kurun waktu 2‒4 tahun. Banyak aspek biologi tungau merah yang
menyebabkan terjadinya perubahan resistensi yang cepat terhadap pestisida,
diantaranya perkembangan yang pesat, daya tetas tinggi, dan penentuan seks
haplodiploid.
Penggunaan insektisida dalam
spektrum luas sering menyebabkan predator tungau mati, dan berakibat pada
munculnya wabah tungau, sehingga penggunaan pestisida perlu dihindari.
Semprotan air, minyak, insektisida, atau sabun dapat digunakan untuk
pengendalian tungau merah. Sebelum melakukan penyemprotan, pemantauan tingkat
populasi tungau harus dilakukan.
Aplikasi insektisida untuk
pengendalian tungau merah harus memperhatikan cara penyemprotan. Cakupan yang
luas dari penyemprotan sangat penting ketika melakukan aplikasi miticides,
bagian bawah daun harus menjadi target penyemprotan supaya terjadi kontak
antara insektisida yang diaplikasikan dengan tungau sebanyak mungkin, karena
sisi bawah daun merupakan tempat berkumpulnya tungau merah. Aplikasi
insektisida dilakukan pada interval 5‒10 hari. Telur tungau yang belum menetas
tidak terpengaruh oleh sebagian miticides. Hal yang sama kemungkinan juga
terjadi pada larva dan nimfa yang mengalami pergantian kulit (molting).
Selama molting, tungau tetap tidak aktif di bawah bekas kulit yang
berfungsi sebagai penghalang terhadap insektisida. Pada fase ini tungau juga
tidak makan, yang menyebabkan insektisida yang bersifat sistemik tidak
berpengaruh. Apabila aplikasi hanya dilakukan sekali, maka tungau dapat
bertahan hidup.
Pengendalian hama tungau merah
dapat dilakukan dengan aplikasi akarisida seperti Challenger, Ortus, Vertimec
dan Delmite, karena efek samping terhadap predator lebih rendah atau bahkan
dapat diabaikan.
Pengendalian tungau merah pada
intensitas serangan ringan hingga sedang dengan menggunakan dikofol 2 ml/l
mampu menekan serangan sebesar 90,83% hingga 98,62%, sedangkan pengendalian
pada intensitas serangan sedang hingga tinggi hanya mampu menekan tingkat
serangan sebesar 18,40% hingga 62,48%. Pengendalian terhadap tungau merah
berdampak pada peningkatan rata-rata hasil umbi dari 22,56 t/ha menjadi 26,96
t/ha.(TS/FZP)